Friday, 1 October 2010

:: Jakarta berpindah ke Palangka Raya atau Yogyakarta ?



ZOOM2010-10-01




Pindahkan Ibu Kota ke Palangka Raya

[JAKARTA] Kompleksitas persoalan yang dihadapi Jakarta sebagai ibu kota negara, harus segera disikapi pemerintah pusat untuk mempertimbangkan secara serius wacana pemindahan ibukota. Hal itu menjadi opsi yang saat ini sangat realistis, untuk menyelamatkan Jawa, khususnya Jakarta, dari beban yang pembangunan yang berlebihan.

Langkah tersebut sekaligus juga untuk memulihkan tatanan lingkungan hidup akibat rusaknya ekosistem di Jakarta dan Jawa. Pilihan lokasi ibukota yang ideal adalah di Kalimantan, yakni Kota Palangka Raya.
Demikian rangkuman pendapat pakar lingkungan hidup Sony Keraf dan pengamat kebijakan publik yang juga Ketua Tim Visi Indonesia 2033 Andrinof Chaniago, di Jakarta, Kamis (30/9).

Menurut Sony, pentingnya pemindahan ibukota perlu juga dilihat sebagai upaya penyelamatan Pulau Jawa. Restorasi ekologis dan revitalisasi lumbung pertanian di Jawa wajib dilakukan. Sebab, setelah tahun 2010, daya tampung dan daya dukung Jawa sudah tidak memadai. Setiap tahun begitu banyak lahan pertanian tergusur menjadi pabrik dan dipenuhi dengan pelbagai pembangunan infrastruktur.
“Terlalu banyak pembangunan, membuat Pulau Jawa kian hari kian mengarah ke kelumpuhan. Kemacetan di Ibukota, misalnya, direkayasa dengan cara apapun mustahil ditanggulangi. Kecuali ada pembenahan yang luar biasa, dan itupun tidak akan mendatangkan hasil yang signifikan. Lima sampai sepuluh tahun mendatang, transportasi di DKI Jakarta akan lumpuh,” katanya.

Selain itu, semakin hari, ketersediaan air tanah semakin berkurang. Beberapa sumber air permukaan yang terus diburu tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan warga di masa mendatang. Persoalan ekologis akan kian parah dengan penurunan ketinggian permukaan tanah dan juga intrusi air laut yang hingga kini belum bisa ditanggulangi dengan baik.
“Kalau pemerintah tidak serius untuk memindahkan ibukota dengan langkah-langkah yang serius, ke depan pemerintahan dan ekonomi akan kolaps. Kelumpuhan ini dengan sendirinya merupakan langkah mundur bagi pelbagai dimensi lain. Dengan sendirinya keterpurukan demi keterpurukan akan mengancam bangsa ini,” tegasnya.

Dia menambahkan, lokasi paling strategis untuk pemindahan pusat administrasi pemerintahan adalah Kalimantan. Namun, Sony mengingatkan, bahwa pemindahan itu membutuhkan beberapa persiapan mendasar, antara lain, visi kota yang mapan, tata letak dan tata ruang, moda transportasi yang berkualitas, ketersediaan air minum, energi, serta fasilitas-fasilitas pendukung. “Singkatnya, penyakit-penyakit yang mewarnai kehidupan ibukota sebelumnya (Jakarta) tidak dibawa ke Kalimantan,” jelasnya.
Menurut mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut, pemerintah harus segera memutuskan, bahwa dalam 10 hingga 15 tahun mendatang pusat pemerintahan sudah bisa dipindahkan ke sana. Pentahapannya, dua hingga tiga tahun pertama merupakan tahap perencanaan dan perancangan. Selanjutnya lima hingga sepuluh tahun merupakan tahap pembangunan fisik, sehingga selepas tahun kesepuluh, ibukota yang baru siap difungsikan.

Perspektif NKRI
Sony menambahkan, secara politis, pemindahan ibukota ke Kalimantan bisa diletakkan dalam bingkai kepentingan NKRI yang lebih luas. “Pemerintah jangan terjebak dalam embusa isu-isu etnis yang terkadang dangkal,” ujarnya.

Sementara itu, Andrinof Chaniago mengatakan bahwa usulan pemindahan ibukota ke Palangka Raya telah mempertimbangkan manfaat agregat dibandingkan pemindahan ke lokasi lain. Kalimantan adalah kawasan di tengah-tengah Indonesia, yang membuat biaya pergerakan dari Pulau Jawa yang dihuni oleh 59 persen penduduk nasional tidak terlalu besar.
“Selain itu, Kalimantan adalah sumber utama bahan baku energi nasional, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas. Di sana juga sumber air begitu memadai untuk kebutuhan jangka panjang, sejauh program pelestarian lingkungan berjalan baik dan teknologi pengolahan air digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini yang menjadikannya benar-benar siap sebagai daerah calon ibukota baru,” katanya.

Kalimantan juga merupakan daerah dengan kepadatan penduduk paling rendah di Indonesia bersama Papua. Alasan pemindahan lainnya ke Kalimantan adalah karena pulau ini paling aman dari ancaman bencana gempa bumi di Indonesia.
“Kalimantan adalah salah satu wilayah yang mengalami proses pertumbuhan dan sirkulasi modal yang tidak adil dan sangat tidak seimbang di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang hanya 5,6 persen dari total penduduk nasional, Kalimantan memberi kontribusi sebesar 9,3 persen terhadap PDB nasional. Sedangkan daerah lain, porsi sumbangannya terhadap PDB nasional hampir sama atau kurang dari porsi persentase jumlah penduduknya terhadap nasional,” jelasnya.

Andrinof menyebutkan pula, porsi investasi di Kalimantan terhadap total investasi nasional yang hanya 0,6 persen. Hal ini amat kontras dengan porsi investasi yang tertanam di Jawa yang besarnya mencapai 72,3 persen dari total investasi secara nasional. “Ini akan menjadi indikator yang jelas bahwa Kalimantan adalah daerah yang terancam tidak berkembang secara ekonomi karena sebagian besar pendapatan yang dihasilkan di daerah ini dibawa ke Jawa,” pungkasnya.

Desakan pemindahan pusat pemerintahan juga disuarakan kalangan pakar lainnya. Di antaranya Ketua Jurusan Planologi Universitas Diponegoro Semarang, Imam Buchori. Menurutnya, opsi yang paling mungkin dipilih adalah dengan meniru seperti yang dilakukan Malaysia. Pusat pemerintahan di daerah yang tak jauh dari Jakarta, sedangkan pusat ekonomi dan perdagangan tetap di Jakarta.
“Namun, harus juga diwaspadai pemindahan pusat pemerintahan ke luar Jakarta jangan sampai memancing urbanisasi. Kita bisa belajar dari Batam yang dirancang sebagai kota industri, nyatanya sekarang malah direpotkan dengan masalah perumahan akibat tingginya urbanisasi,”’ ujar Imam.

Sedangkan, pengamat politik dari UGM Arie Sudjito menilai, pemindahan pusat pemerintahan bukan hal yang berlebihan, jika melihat beban Jakarta saat ini. Menurut dia, beberapa daerah yang dapat dijadikan alternatif sebagai pusat pemerintahan Indonesia, yakni Palangka Raya dan Yogyakarta. “Yogyakarta layak menjadi alternatif karena memiliki akses dan letak geografis yang strategis, sedangkan Palangka Raya merupakan wilayah yang masih sangat longgar,” katanya.
[H-14/E-10/J-9/J-11/152/142/153/R-14/W-12]